Yogyakarta (ANTARA News) Perhatian orang tua dan keluarga sangat diperlukan sebagai kunci untuk mencegah perilaku seks pranikah pada remaja.
"Keluarga faktor yang terutama dan utama memengaruhi perkembangan remaja, walaupun dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi teman sebaya, teman sekolah dan masyarakat. Salah satu bentuk keterlibatan keluarga dalam bentuk monitoring parental," Pengamat Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada, Linda Suwarni, di Yogyakarta, Senin.
Ia menuturkan, berdasarkan riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia pada 2010 menunjukkan, satu persen anak laki-laki dan empat persen anak perempuan di seluruh Indonesia telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun, beberapa bahkan ketika berusia di bawah 10 tahun.
Melihat fenomena ini, ucap dia, perlu ada upaya dalam mencegah dan mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan remaja, salah satunya melalui intervensi berbasis keluarga dan sekolah.
"Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan, aspek monitoring parental merupakan hal yang paling efektif dalam menunda remaja melakukan aktivitas seksual dini. Program intervensi monitoring parental yang didesain secara efektif dapat memengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja awal atau usia 14-16 tahun," terang dia.
Linda menyebutkan beberapa aspek monitoring parental yang dapat mencegah remaja melakukan perilaku seks pranikah.
Diantaranya, pengetahuan parental yang meliputi keberadaan, aktivitas, dan teman-teman remaja, hubungan orang tua dengan remaja yang diindikasikan dengan kepedulian orang tua, kepercayaan yang diberikan, atau frekuensi komunikasi di dalam keluarga.
Selain itu, lanjut dia, kontrol parental yang terkait dengan pergaulan, jam malam, dan konsekuensi yang diterima remaja jika melanggar aturan/batasan yang sudah ditetapkan orang tua.
"Komunikasi orang tua dengan remaja, tidak hanya terkait seksualitas tetapi juga komunikasi tentang kegiatan sehari-hari, serta kontrol psikologis juga menjadi aspek yang perlu menjadi perhatian kedua orang tua," jelas Linda.
Meski demikian, ia juga menekankan bahwa monitoring parental yang efektif diterapkan pada remaja perlu memiliki keseimbangan. Monitoring yang terlalu banyak aturan berhubungan dengan bertambahnya kecenderungan perilaku berisiko remaja dengan sikap permisif dan kurangnya pengawasan justru dapat berkontribusi pada perilaku seksual berisiko remaja.
"Monitoring parental mengurangi frekuensi aktivitas seksual remaja melalui pembatasan kesempatan melakukan aktivitas seksual. Akan tetapi, pada beberapa kasus aktivitas seksual cenderung meningkat jika kontrol parental berlebihan atau intrusif," jelasnya.
Karena itu, ia pun menyarankan agar kedua orang tua dapat bekerja sama dalam melakukan pengawasan kepada anak remajanya sedini mungkin.
"Keluarga faktor yang terutama dan utama memengaruhi perkembangan remaja, walaupun dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi teman sebaya, teman sekolah dan masyarakat. Salah satu bentuk keterlibatan keluarga dalam bentuk monitoring parental," Pengamat Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada, Linda Suwarni, di Yogyakarta, Senin.
Ia menuturkan, berdasarkan riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia pada 2010 menunjukkan, satu persen anak laki-laki dan empat persen anak perempuan di seluruh Indonesia telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun, beberapa bahkan ketika berusia di bawah 10 tahun.
Melihat fenomena ini, ucap dia, perlu ada upaya dalam mencegah dan mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan remaja, salah satunya melalui intervensi berbasis keluarga dan sekolah.
"Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan, aspek monitoring parental merupakan hal yang paling efektif dalam menunda remaja melakukan aktivitas seksual dini. Program intervensi monitoring parental yang didesain secara efektif dapat memengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja awal atau usia 14-16 tahun," terang dia.
Linda menyebutkan beberapa aspek monitoring parental yang dapat mencegah remaja melakukan perilaku seks pranikah.
Diantaranya, pengetahuan parental yang meliputi keberadaan, aktivitas, dan teman-teman remaja, hubungan orang tua dengan remaja yang diindikasikan dengan kepedulian orang tua, kepercayaan yang diberikan, atau frekuensi komunikasi di dalam keluarga.
Selain itu, lanjut dia, kontrol parental yang terkait dengan pergaulan, jam malam, dan konsekuensi yang diterima remaja jika melanggar aturan/batasan yang sudah ditetapkan orang tua.
"Komunikasi orang tua dengan remaja, tidak hanya terkait seksualitas tetapi juga komunikasi tentang kegiatan sehari-hari, serta kontrol psikologis juga menjadi aspek yang perlu menjadi perhatian kedua orang tua," jelas Linda.
Meski demikian, ia juga menekankan bahwa monitoring parental yang efektif diterapkan pada remaja perlu memiliki keseimbangan. Monitoring yang terlalu banyak aturan berhubungan dengan bertambahnya kecenderungan perilaku berisiko remaja dengan sikap permisif dan kurangnya pengawasan justru dapat berkontribusi pada perilaku seksual berisiko remaja.
"Monitoring parental mengurangi frekuensi aktivitas seksual remaja melalui pembatasan kesempatan melakukan aktivitas seksual. Akan tetapi, pada beberapa kasus aktivitas seksual cenderung meningkat jika kontrol parental berlebihan atau intrusif," jelasnya.
Karena itu, ia pun menyarankan agar kedua orang tua dapat bekerja sama dalam melakukan pengawasan kepada anak remajanya sedini mungkin.
Tidak hanya dengan mengetahui dan memantau keberadaan dan aktivitas remaja serta menyampaikan batasan dan aturan yang jelas, tetapi juga dengan menjalin komunikasi dan hubungan yang dekat dengan anak remaja melalui waktu kebersamaan dalam keluarga.
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2016